Hari gini siapa sih yang nggak punya handphone? Pasti
dicap anak yang nggak gaul. Apalagi sekarang sudah semakin berkembang handphone
yang menawarkan fungsinya selain fungsi utamanya yaitu SMS dan Telepon.
Sekarang fitur-fitur di Handphone sudah semakin beragam, mulai dari Browsing,
Social Media, Games, Chatting, dan Fotografi. Fotografi?? Ya fotografi, Banyak
loh aplikasi “Edit Foto” yang beredar luas di Smartphone yang kita pegang saat
ini. Jika dulu warna pada foto hanya Hitam Putih saja, sekarang dengan aplikasi
tersebut kita bisa merubah warana foto kita menjadi beragam sesuai dengan apa yang
kita mau. Tinggalkan sejenak aplikasi untuk mengedit foto, sekarang saya ingin
membahas sejarah dari fotografi itu sendiri.
Fotografi
(dari bahasa Inggris: photography, yang berasal dari kata Yunani yaitu
"photos" : Cahaya dan "Grafo" : Melukis atau menulis.)
adalah proses melukis atau menulis dengan menggunakan media cahaya. Sebagai
istilah umum, fotografi berarti proses atau metode untuk menghasilkan gambar
atau foto
dari suatu obyek dengan merekam pantulan cahaya yang mengenai obyek tersebut
pada media yang peka cahaya. Alat paling populer untuk menangkap cahaya ini
adalah kamera.
Tanpa cahaya, tidak ada foto yang bisa dibuat.
Prinsip
fotografi adalah memokuskan cahaya dengan bantuan pembiasan sehingga mampu
membakar medium penangkap cahaya. Medium yang telah dibakar dengan ukuran
luminitas cahaya yang tepat akan menghailkan bayangan identik dengan cahaya
yang memasuki medium pembiasan (selanjutnya disebut lensa).
Untuk
menghasilkan intensitas cahaya yang tepat untuk menghasilkan gambar, digunakan
bantuan alat ukur berupa lightmeter. Setelah mendapat ukuran pencahayaan yang
tepat, seorang fotografer bisa mengatur intensitas cahaya tersebut dengan
mengubah kombinasi ISO/ASA (ISO Speed),
diafragma (Aperture), dan kecepatan
rana (speed). Kombinasi
antara ISO, Diafragma & Speed disebut sebagai pajanan
(exposure).
Sejarah fotografi di Indonesia, penggunaan kamera pertama kali yang
tercatat dalam sejarah belum jelas kapan. Tapi catatan sejarah menunjukkan
seorang dari Eropa yang bernama Adolf
Schaeffer datang ke Batavia dengan membawa kamera dengan lembaran
peraknya. Tugasnya saat itu adalah membuat inventarisasi bergambar mengenai
arca Hindu-Jawa.
Bagi Schaeffer, pekerjaan yang ditawarkan pemerintah kolonial tersebut
bukan satu-satunya hal yang diabadikannya. Gambaran kehidupan di Jawa dan luar
Jawa pun menjadi obyek menarik untuk diabadikannya. Gambar-gambar ini kemudian
dijadikan pemerintah Belanda untuk memberikan gambaran mengenai negara yang
jauh kepada masyarakat Negeri Belanda. Karya foto yang khas pada waktu itu
adalah pemotretan Gusti Ngurah Ktut Jelantik, Raja Buleleng bersama putri dan
pengawalnya.
Foto Borobudur yang ada di sebelah
merupakan karya Adolf Schaeffer. Foto
hasil order pemerintah kolonial ini diambil persisnya tahun 1844. Hasil gambar
ini jugalah yang menjadi tonggak sejarah fotografi di Indonesia karena gambar
di sebelah merupakan foto pertama yang diabadikan dengan kamera modern.
Selanjutnya, pemerintah Belanda
mulai memberi tempat khusus pada dunia fotografi di wilayah jajahannya
teriutama di Indonesia. Untuk menujukkan keseriusannya didrikanlah Studio
pertama yang dibuka di Batavia waktu itu bernama “Woodbury & Page” di Jalan
Merdeka Selatan Jakarta (sekarang). Setelah itu semakin banyak juru foto yang
bekerja pada pemerintahan kolonial.
Setelah itu dunia fotografi terus
berkembang di bawah bayang-bayang kekuasaan kolonial. Pada Awal abad XX,
Kassian Chepas menjadi satu-satunya juru foto lokal yang juga masih keturunan
Jawa-Belanda. Karya fenomenal Chepas adalah foto-foto yang menggambarkan
kehidupan di dalam tembok keraton, yang satu atau dua abad yang lalu
menampakkan kemegahan dan kekuasaannya. Meski demikian kehidupan di keraton
saat itu tetap terlihat sepi dan tunduk pada peraturan-peraturan kolonial.
Meski lahir pada jaman penjajahan,
harus diakui bahwa hasil fotografi saat itu telah berhasil memberi gambaran
Indonesia pada jamannya. Infomasi mengenai Hindia Belanda ini yang paling
lengkap sekarang tersimpan di KIT (Konijnklijk
Instituut voor de Troyen) di Amsterdam. Koleksi besar terdiri dari
puluhan ribu obyek bersejarang semuanya dari bekas Hindia Belanda. Sebagian
koleksinya sudah dikirim ke Badan Arsip Nasional RI di Jakarta.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar