1. ETIKA DALAM
AUDITING
1.1 Kepercayaan Publik
Profesi
akuntan merupakan peranan yang penting dimasyarakat, sehingga dapat menimbulkan
ketergantungan dalam hal tanggung-jawab akuntan terhadap kepentingan publik.
Kepentingan Publik merupakan kepentingan masyarkat dan institusi yang dilayani
anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah
laku akuntan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi
masyarakat dan negara. Kepercayaan masyarakat akan menurun jika terdapat bukti
bahwa independensi auditor ternyata berkurang, bahkan kepercayaan masyarakat
juga bisa menurun disebabkan oleh keadaan mereka yang berpikiran sehat
(reasonable) dianggap dapat mempengaruhi sikap independensi tersebut. Maka dai
itu, untuk menjadi independen, seorang auditor harus secara bersikap jujur,
bebas dari setiap kewajiban terhadap kliennya dan tidak mempunyai suatu
kepentingan dengan kliennya baik merupakan manajemen perusahaan atau pemilik
perusahaan.
1.2 Tanggung Jawab Auditor kepada Publik
Dalam
kode etik auditor diungkapkan, akuntan tidak hanya memiliki tanggung jawab
terhadap klien yang membayarnya saja, akan tetapi memiliki tanggung jawab juga
terhadap publik. Kepentingan publik itu sendiri adalah kepentingan masyarakat
dan institusi yang dilayani secara keseluruhan. Publik mengharapkan akuntan
untuk memenuhi tanggung jawabnya dengan sebaik-baiknya serta sesuai dengan kode
etik professional akuntan.
Ada
3 karakteristik dan hal-hal yang ditekankan untuk dipertanggungjawabkan oleh
auditor kepada publik, yaitu:
1. Auditor harus memposisikan diri untuk independen,
berintegritas, dan obyektif
2. Auditor harus memiliki keahlian teknik dalam
profesinya.
3. Auditor harus melayani klien dengan profesional dan
konsisten dengan tanggung jawab mereka kepada publik.
1.3
Tanggung Jawab Dasar Auditor
The
Auditing Practice Committe memberikan ringkasan tanggung jawab auditor, yaitu:
1. Perencanaan,
Pengendalian dan Pencatatan
Auditor perlu merencanakan, mengendalikan dan
mencatat pekerjaannya.
2. Sistem Akuntansi
Auditor harus mengetahui dengan pasti sistem
pencatatan dan pemrosesan transaksi dan menilai kecukupannya sebagai dasar
penyusunan laporan.
3. Bukti Audit
Auditor akan memperoleh bukti audit yang relevan dan
reliable untuk memberikan kesimpulan rasional.
4. Pengendalian Intern
Bila auditor berharap untuk menempatkan kepercayaan
pada pengendalian internal, hendaknya memastikan dan mengevaluasi pengendalian
itu dan melakukan compliance test.
5. Meninjau Ulang Laporan Keuangan yang Relevan
Auditor meninjau ulang laporan keuangan yang relevan
seperlunya, dalam hubungannya dengan kesimpulan yang diambil berdasarkan bukti
audit lain yang didapat, dan untuk memberi dasar rasional atas pendapat
mengenai laporan keuangan.
1.4
Independensi
Auditor
Independensi artinya adanya
kejujuran dalam diri dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang
objektif tidak memihak dalam diri auditor dalam menyatakan hasil pendapatnya.
Sikap independen sama pentingnya dengan keahlian dalam bidang praktek akuntansi
dan prosedur audit yang harus dimiliki oleh setiap auditor. Menurut SPAP (IAI, 2001: 220.1)
auditor diwajibkan bersikap independen, artinya tidak mudah dipengaruhi, karena
auditor melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum.
Tiga aspek independensi
seorang auditor, yaitu:
1.
Independence in
fact (independensi dalam fakta)
Artinya auditor
harus mempunyai kejujuran yang tinggi, keterkaitan yang erat dengan
objektivitas.
2.
Independence in
appearance (independensi dalam penampilan)
Artinya
pandangan pihak lain terhadap diri auditor sehubungan dengan pelaksanaan audit.
3.
Independence in
competence (independensi dari sudut keahliannya)
Independensi
dari sudut pandang keahlian terkait erat dengan kecakapan profesional
1.5
Peraturan pasar
Modal dan Regulator mengenai Independensi Akuntan Publik
Pasar
modal memiliki peran yang sangat besar terhadap perekonomian Indonesia.
institusi yang bertugas untuk melakukan pembinaan, pengaturan, dan pengawasan
sehari-hari kegiatan pasar modal di Indonesia adalah Badan Pengawas Pasar Modal
atau Bapepam. Bapepam mempunyai kewenangan untuk memberikan izin, persetujuan,
pendaftaran kepada para pelaku pasar modal, memproses pendaftaran dalam rangka
penawaran umum, menerbitkan peraturan pelaksanaan dari perundang-undangan di
bidang pasar modal, dan melakukan penegakan hukum atas setiap pelanggaran
terhadap peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
Salah
satu tugas pengawasan Bapepam adalah memberikan perlindungan kepada investor
dari kegiatan-kegiatan yang merugikan seperti pemalsuan data dan laporan
keuangan, window dressing,serta lain-lainnya dengan menerbitkan peraturan
pelaksana di bidang pasar modal. Dalam melindungi investor dari ketidakakuratan
data atau informasi, Bapepam sebagai regulator telah mengeluarkan beberapa
peraturan yang berhubungan dengan kereablean data yang disajikan emiten
baik dalam laporan tahunan maupun dalam laporan keuangan emiten.
Penilaian kecukupan peraturan
perlindungan investor pada pasar modal Indonesia mencakup beberapa komponen
analisa yaitu;
1.
Ketentuan isi pelaporan emitmen atau perusahaan publik yang harus
disampaikan kepada publik dan Bapepam,
2.
Ketentuan Bapepam tentang penerapan internal control pada emitmen atau
perusahaan public
3.
Ketentuan Bapepam tentang, pembentukan Komite Audit oleh emitmen atau
perusahaan public
4.
Ketentuan tentang aktivitas profesi jasa auditor independen.
Bapepam mempunyai kewenangan untuk memberikan izin, persetujuan, pendaftaran kepada
para pelaku pasar modal, memproses pendaftaran dalam rangka penawaran umum,
menerbitkan peraturan pelaksanaan dari perundang-undangan di bidang pasar
modal, dan melakukan penegakan hukum atas setiap pelanggaran terhadap peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal.
Bapepam sebagai telah mengeluarkan
beberapa peraturan yang berhubungan dengan keaslian data yang
disajikan emiten baik dalam laporan tahunan maupun dalam laporan keuangan
emiten. Ketentuan-ketentuan yang telah dikeluarkan oleh Bapepam antara lain
adalah Peraturan Nomor: VIII.A.2/Keputusan Ketua Bapepam Nomor: Kep-20/PM/2002
tentang Independensi Akuntan yang Memberikan Jasa Audit di Pasar Modal.
Dalam Peraturan ini yang dimaksud
dengan:
a) Periode Audit
adalah periode yang mencakup periode laporan keuangan yang menjadi objek audit,
review, atau atestasi lainnya.
b) Periode Penugasan
Profesional adalah periode penugasan untuk melakukan pekerjaan atestasi
termasuk menyiapkan laporan kepada Bapepam dan Lembaga Keuangan.
c) Anggota Keluarga Dekat
adalah istri atau suami, orang tua, anak baik di dalam maupun di luar
tanggungan, dan saudara kandung.
d) Fee Kontinjen
adalah fee yang ditetapkan untuk pelaksanaan suatu jasa
profesional yang hanya akan dibebankan apabila ada temuan atau hasil tertentu
dimana jumlah fee tergantung pada temuan atau hasil tertentu
tersebut.
e) Orang Dalam
Kantor Akuntan Publik adalah orang yang termasuk dalam penugasan audit, review,
atestasi lainnya, dan/atau non atestasi yaitu: rekan, pimpinan, karyawan
professional, dan/atau penelaah yang terlibat dalam penugasan
2. ETIKA DALAM AKUNTANSI KEUANGAN DAN AKUNTANSI
MANAJEMEN
2.1
Tanggung Jawab Akuntan Pajak
Tanggung
jawab akuntan pajak adalah terhadap pelaksanaan pembayaran pajak oleh wajib
pajak. Lingkup pekerjaannya adalah memeriksa apakah wajib pajak telah benar
memberikan pajaknya sesuai dengan prosedur dan hukum yang berlaku.
Suatu
sistem pajak yang baik dan kuat harus terdiri dari entitas administrasi pajak,
kongres, administrasi dan komunitas praktisi. Selain itu ketika secara umum
menyetujui bahwa praktisi pajak mempunyai kewajiban atas kemampuan, loyalitas
dan kerahasiaan klien, hal ini disebut juga tanggung jawab praktisi atas sistem
pajak yang baik.
Dalam
hubungan antara praktisi dan klien yang normal, kedua tanggung jawab dikenali
dan dilaksanakan. Dalam beberapa situasi praktisi diperlukan untuk memutuskan
kewajiban yang berlaku dan dalam pelaksanaannya dapat disimpulkan bahwa
kewajiban atas sistem pajak yang tertinggi. Praktisi pajak membantu dalam
mengatur hukum pajak dengan jujur dan adil dalam pelayanan dan pengembangan
kepercayaan klien dalam integritas dan kepatuhan terhadap sistem pajak. Praktisi
lebih baik melayani publik dengan mengadopsi suatu sikap. Aturan etika yang
fundamental dalam praktik perpajakan pada tingkat etika personal adalah
praktisi pajak harus mengijinkan klien untuk membuat keputusan final. Disamping
itu praktisi harus bertanggung jawab tidak menyediakan informasi yang salah
untuk pemerintah.
2.2
Etika Akuntan Pajak
AICPS’s
Statement On Responsibilities in Tax Practice meyetujui akuntan merangkap peran
sebagai penasehat hukum untuk klien dan pembawa kebenaran untuk pemerintahan.
Dari perspektif etika, peran rangkap ini sangatlah penting karena peran rangkap
akuntansi perpajakan lebih mempunyai tanggung jawab dua kali lipat daripada
peran auditor yang kita ketahui selama ini. Akuntansi perpajakan mempunyai
beberapa tanggung jawab masyarakat melalui pemerintah.
AICPA mengeluarkan Statement on
Responsibilities in Tax Practice (SRTP), adapun isinya yaitu :
SRTP (Revisi 1988) No 1 , Posisi
pengembalian pajak
Statemen
ini menetapkan standar masa depan yang bisa diterapkan untuk anggota
ketika merekomendasikan tingkat pengembalian pajak dan menyiapkan atau
menandatangani surat pembayaran pajak (termasuk klaim untuk lebih bayar) yang
disimpan dengan mengenakan pajak otoritas. Karena tujuan standar ini, suatu
wajib pajak adalah klien, pemberi kerja, atau pihak ketiga lain penerima jasa
pajak.
SRTP
(Revisi 1988) No 2 , Jawaban pertanyaan atas pengendalian
Statemen
Ini menetapkan standar yang bisa diterapkan untuk anggota ketika menandatangani
suatu pajak kembalian jika atau mempertanyakan kelebihan pajak kembalian.
Istilah questionsincludes meminta informasi untuk pajak kembalian di dalam
perusahaan. Instruksi, atau di dalam peraturan, ya atau tidaknya dinyatakan
format suatu pertanyaan.
SRTP
(Revisi 1988) No 3 , Aspek prosedur tertentu dalam menyiapkan pengembalian
Dalam
menyiapkan atau menandatangani suatu pajak kembalian, suatu anggota dengan jujur
boleh mempercayakan, tanpa verifikasi, atas informasi yang diberikan oleh
wajib pajak atau dengan pihak ketiga. Bagaimanapun, suatu anggota mestinya
tidak mengabaikan tentang implikasi yang melengkapi informasi tersebut dan
perlu membuat pemeriksaan yang layak jika informasi nampak seperti ada
kesalahan, tidak sempurna, atau plin-plan baik di bagian depannya atau atas
dasar lain fakta tidak diketahui oleh suatu anggota.
Ketika
menyiapkan suatu kembalian pajak, suatu anggota perlu mempertimbangkan
informasi yang benar dari pajak kembalian wajib pajak lain jika informasi
berkait dengan pajak kembalian dan pertimbangannya pajak kembalian itu. Di
dalam menggunakan informasi seperti itu, suatu anggota perlu mempertimbangkan
batasan-batasan yang dikenakan oleh hukum atau aturan manapun yang
berkenaan dengan kerahasiaan.
SRTP
(Revisi 1988) No 4, Penggunaan estimasi
Kecuali
jika yang dilarang oleh undang-undang atau menurut peraturan, suatu anggota
boleh menggunakan taxpayer’s untuk menaksir persiapan suatu pajak kembalian
jika itu bukanlah praktis untuk memperoleh data tepat dan jika anggota
menentukan bahwa perkiraan yang layak adalah didasarkan pada keadaan dan fakta
saat itu yang diperlihatkan kepada anggota. Jika perkiraan dengan taxpayer’s
digunakan, mereka harus diperlihatkan dengan suatu cara yang tidak menyiratkan
ketelitian lebih besar disbanding yang ada.
SRTP
(Revisi 1988) No 5, Keberangkatan dari suatu posisi yang sebelumnya disampaikan
didalam suatu kelanjutan administrative atau keputusan pengadilan
Pajak
Kembalian berkenaan dengan memposisikan suatu item ketika ditentukan di dalam
suatu kelanjutan administratif atau keputusan pengadilan/lingkungan tidak
membatasi suatu anggota merekomendasikan dari suatu pajak yang berbeda,
kemudian memposisikannya kembali, kecuali jika wajib pajak dalam pemeriksaan.
Oleh karena itu, ketika disiapkan dalam bentuk Statement on Responsibilities in
Tax Services No.1, pajak kembalian diposisikan, anggota boleh merekomendasikan
sebuah pajak kembalian untuk memposisikan atau menyiapkan suatu pajak kembalian
yang memerlukan pemeriksaan dari suatu item ketika disimpulkan untuk suatu kelanjutan
administratif atau meramahi keputusan berkenaan dengan suatu kembali wajib
pajak.
SRTP
(Revisi 1988) No 6, Pengetahuan Kesalahan : Persiapan kembalian
Suatu
anggota perlu menginformasikan kepada wajib pajak dengan segera atas suatu
kesalahan di dalam suatu pajak kembalian yang disimpan atau ketika sadar
akan kegaalan suatu taxpayer’s untuk memfile suatu kembalian yang diperlukan.
Seorang anggota perlu merekomendasikan ukuran yang diambil untuk melakukan
koreksi, seperti rekomendasi yang diberi dengan lisan. Anggota tidaklah
diwajibkan untuk menginformasikannya untuk mengenakan pajak otoritas, dan suatu
anggota tidak boleh melakukannya tanpa ijintaxpayer’s, kecuali ketika yang
diperlukan di depan hukum.
SRTP
(Revisi 1988) No 7, Pengetahuan Kesalahn : Cara kerja administrasi
Jika
suatu anggota sedang mewakili suatu wajib pajak di dalam administratifnya untuk
suatu kembalian yang berisi suatu kesalahan, maka anggota perlu
menginformasikannya kepada wajib pajak itu. Anggota perlu merekomendasikan
ukuran yang akan diambil untuk mengoreksinya, yang mungkin diberi dengan lisan.
Suatu anggota bukan diwajibkan untuk menginformasikan hal itu mengenakan pajak
otoritas maupun mengijinkan untuk melakukannya tanpa ijin tax payer’s, kecuali
jika yang diperlukan di depan hukum. Suatu anggota perlu meminta persetujuan
tax payer’s untuk menyingkapkan kesalahan kepada pajak authority.
SRTP
(Revisi 1988) No 8, Format dan isi nasihat pada klien
Suatu
anggota perlu menggunakan pertimbangan untuk memastikan bahwa petunjuk pajak
yang disajikan ke suatu wajib pajak mencerminkan kemampuan/ wewenang
profesional dan sewajarnya melayani kebutuhan taxpayer’s. Suatu anggota
tidaklah diperlukan untuk mengikuti suatu bentuk standar atau petunjuk dalam
berkomunikasi lisan atau tertulis dalam memberi petunjuk kepada suatu wajib
pajak.
2.3
Kompleksitas Aturan Perpajakan vs Tuntutan Klien
Berdasarkan
UUD 1945 pasal 23 ayat 2, menyebutkan “segala pajak untuk keperluan negara
berdasarkan UU.” Dari sana dapat disimpulkan bahwa pajak sebagai sumber
pendapatan negara yang utama, pengatur kegiatan ekonomi,pemerataan pendapatan
masyarakat, dan sebagai sarana stabilisasi ekonomi.
Berikut
adalah kasus yang mencerminkan kompleksitas aturan perpajakan vs tuntutan
klien:
1. Jeratan
pajak ganda pada dividen
Ada
pembeda subjek pajak yaitu subjek pajak badan dan subjek pajak perorangan.
Masalah dalam pajak dividen adalah terjadi economic double taxation yaitu,
sebelum dividen dibagi kepada pengusaha yaitu merupakan laba perusahaan yang
dikenakan pajak atau disebut dengan pajak korporat. Namun ketika dibagi lagi
kepada pemegang saham di korporat, pemegang saham itu harus dikenakan pajak
lagi. Inilah yang disebut dengan pajak ganda.
2. Sengketa
pajak
Jika
terjadi dispute makan hitungan wajik pajak (WP) dengan petugas pajak berbeda.
Pada UU KUP 2000 kewenangan aparat Fiscus terlalu luas. Jika terjadi sengketa
SPT, maka yang akan dipakai dalam hitungan adalah hitungan aparat pajak dan hitungan
itu harus dibayar lebih dahulu oleh WP sbesar 50% dari hitungan petugas pajak
sebelum bisa dibawa kepada pengadilan pajak. Jika hitungan WP yang dinyatakan
pengadilan benar maka WP berhak menerima restitusi.
Jika
uang restitusi jumlahnya milyaran jelas saja mengganggu cash flow para
pengusaha. Inilah persoalan dalam dispute antara WP dengan aparat
pajak. Untungnya, dalam UU KUP 28/2007 perhitungan SPT ditentukan secara
bersama-sama. Jika ada perbedaan klaim angka, maka yang lebih dahulu
dipakai adalah klaim WP. Sebelum masuk ke pengadilan pajak, WP hanya cukup
membayar sebesar 50 persen dari klaim hitungan WP sendiri.
Soekrisno, Agoes. 2004. Auditing (Pemeriksaan Akuntan) oleh Akuntan Publik.Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta
Tessy Octoviana. 2001. Pemahaman Kode Etik Akuntan. Jakarta
Nina
Auliana
25211175/4EB07